"Aku menemukan nama kamu di Google.Bangga lho punya teman yang namanya tercantum di Google. Waduh, ternyata kamu penulis, ya. Hebat ya, kamu jadi penulis."
"Masa sih. Aku malah enggak pernah tahu, namaku ada di Google. Siapa yang masukin, ya? Masa bisa masuk sendiri, aku enggak pernah nulis apa apa di Google."
Temanku menjelaskan panjang lebar tentang keterkaitan Google dengan Blog dan anu.., anu..., ini..., itu. Begitulah penjelasannya.
Aku cuma manggut manggut pastinya. Tetapi isi kepalaku sama sekali tidak mencerna semua penjelasan temanku tentang anu..,ini.., itu nya Google. Isi kepalaku justru sedang berpikir keras memecahkan arti sederet ucapan temanku, di antaranya, 'hebat ya, kamu jadi penulis'.
Hhhmmm... apanya yang hebat ya?
*Balada Pertama*
Coba bayangkan, apa hebatnya kalau seorang penulis yang siang malam berusaha menyelesaikan naskah fiksi atau non fiksinya, selama berminggu minggu bahkan ada yang berbulan bulan.
Sesudah naskahnya selesai, si penulis duduk termanggu di depan komputernya sambil memeras otak dan bertanya pada dirinya sendiri, 'mau aku serahkan ke penerbit mana, ya?'.
Keesokan harinya si penulis mulai menelepon penerbit A, penerbit B sampai Z, menawarkan tulisannya yang baru saja selesai dia garap.
Beberapa hari kemudian, si penulis melangkahkan kakinya dengan penuh semangat menuju kantor penerbit yang ingin mempelajari tulisan si penerbit dengan janji kalau memenuhi persyaratan, mereka akan menerbitkannya. Silahkan menunggu kabar dari penerbit.
Seminggu..., sebulan kemudian berita yang ditunggu penulis belum juga diterima dari penerbit. Akhirnya setelah 4 bulan lamanya penulis menunggu sampai manyun, datanglah berita yang ditunggu tunggunya dari penerbit.
"Maaf, Penulis.Kami tidak bisa menerbitkan naskah anda. Alasannya anda adalah seorang pemimpi yang mimpi." Penulis bingung mencoba mengartikan penolakan penerbit yang alasannya penulis adalah seorang pemimpi yang mimpi. Sayangnya penulis tidak mampu menemukan apa artinya.
Akhitnya penulis membawa tulisannya ke penerbit lain. Menunggu..., menunggu dan menunggu lagi. Jawabanpun datang dari penerbit, 'maaf, Penulis. Kami tidak dapat menerbitkan naskah anda karena tulisan anda penuh nada egois dan menggurui'.
Kembali penulis mencoba mengartikan penolakan penerbit.
Begitu seterusnya sampai akhirnya penulis lupa bahwa dia adalah seorang penulis.
----------